Selasa, 29 Januari 2008

Insentif dan Motivasi

Financial Incentives May Not Motivate

Sudah menjadi pengetahuan umum,bahwa untuk meningkatkan motivasi kerja,maka salah satu cara yang ditempuh adalah dengan memberikan Insentif kepada karyawan dilingkungan perusahaan .
Pertanyaannya adalah apakah modus ini memang benar akan mampu menaikkan motivasi para karyawan ?

Profesor Jeffrey Pfeffer dan Thomas D.Dee dari Standford Graduate School of Business dalam publikasinya baru baru ini menyatakan bahwa akan terjadi hal yang diluar harapan apabila modus tersebut yang digunakan sebagai cara untuk meningkatkan motivasi pekerja. Artikel lengkap dapat dibaca DISINI!

Senin, 28 Januari 2008

Feedback dan implikasinya

BERCERMIN

Kenaikan atau penyesuaian gaji selalu merupakan berita yang ditunggu tunggu pada awal tahun.Walaupun pada dasarnya kenaikan gaji pasti terjadi,pada umumnya perusahaan atau karyawan sama sama setuju bahwa kenaikan gaji sangat tergantung pada talenta individu. Penilaian talenta inilah yang sering menyebabkan perbedaan persepsi.Bila anda merasakan keengganan untuk meminta masukan orang lain,bahkan “sakit perut” menyaksikan bad news yang tertera pada angka angka,misalnya pada lembar kinerja,maka anda juga tidak sendirian.

Tidak banyak orang merasa fun bila mendapatkan feedback.Bahkan banyak orang mempersepsi acara feedback ini sebagai ajang balas dendam,acara pemenggalan,baik dari atasan kebawahan,maupun sebaliknya,bila bawahan diberi kesempatan mem-feedback atasan.
Dalam pergaulan tidak sedikit kita menyaksikan orang yang tidak bisa menerima masukan. Masukan dirasakan sebagai serangan dan karena itu perlu diserang kembali atau dihindari. Kita pun sering melihat bahwa ada lembaga lembaga tertentu dipemerintahan yang seakan lupa mengevaluasi kinerjanya,padahal tugas dan pekerjaan sehari harinya adalah : mengevaluasi.

Individu ataupun lembaga bisa saja tetap merasa sejahtera dan oke oke saja tanpa evaluasi bahkan lama kelamaan kebal terhadap reaksi orang lain disekitarnya.Tidak jarang kemudian tumbuh pula mekanisme untuk mengarahkan orang lain agar tidak mengevaluasi diri atau lembaganya dan tidak “melihat” apa yang seharusnya dinilai. Memelihara sikap masa bodoh dan EGP (emang gue pikirin) begini,memang bisa sejenak membuat nyaman,menskipun tanpa disadari sebetulnya telah menyulut sumbu bom waktu yang tinggal menunggu meledaknya. Banyak orang yang sebenarnya bisa memberi masukan,kemudian malah jadi menghindar.Akibatnya,individu menjadi tidak peka terhadap sinyal sinyal bahaya ataupun perbaikan yang penting dan urgen.

Sebagai mahluk sosial yang ingin maju,kita tentunya juga ingin agar hidup kita dikelilingi oleh bawahan ,atasan,kolega, rakyat dengan menjalin hubungan yang mesra dan terbuka.
Untuk itu tidak ada salahnya bila kitapun melakukan perbaikan dan pengembangan cara kita bercermin dan menjadi pribadi yang terbuka.

Pentingnya jujur pada Diri Sendiri.
Respons dari kritik atau umpan balik negatif berbentuk emosi.Rasa takut,khawatir,dan was was sering keluar dalam bentuk “self talk” ,seperti : “ Kok tega teganya dia bilang begitu .” “ Wah,jangan jangan saya bakal dimutasi:, “ Lebih baik diam saja,apapun yang dia katakan.Nanti juga akan diam sendiri “. Adalah reaksi yang sangat manusiawi. Perasaan semacam ini dihayati oleh siapa saja, bahkan presiden sekalipun.
Yang membedakan satu individu dengan yang lain adalah kemampuan mendengar dan berdialog dengan diri sendiri. Paling tidak seseorang perlu jujur dan mampu mengenali perasaannya.Identifikasi perasaan saat menerima feedback ini adalah langkah pertama dan utama,yang diperlukan agar seseorang bisa menyusun kekuatan mentalnya dan siap menghadapi “kabar buruk “,bila ada. Bila seseorang tidak tahu apa yang dia rasakan,dan hanya merasakan kekawatiran yang tidak jelas,dia bisa menyatakannya pada sahabat,pasangan atau ajudannya,yang mau bersikap jujur pada nya,sehingga bisa terbangun dialog,paling tidak untuk menyatakan kekawatirannya.

Pilih Kegiatan Bercermin Anda.
Banyak orang merasa tidak nyaman dengan feedback karena assumsinya bahwa kita hanya bisa responsif terhadap feedback.Padahal cara kita mengevaluasi diri bisa kita tentukan sendiri,tergantung dari bagaimana kita bisa me-manage rasa senang dan kecewa kita .Ada orang yang bercermin 20 kali sehari,tetapi ada pula yang berdandan secara intensif dipagi hari,menggunakan cermin pembesar dan tidak melakukannya lagi sepanjang hari,Ini semua tergantung “feeling” dari masing masing individu dan bagaimana ia menyikapi penataan dirinya.
Ada orang yang mendorong dirinya untuk membaca evaluasi dan kemudian menghadiahi dirinya sendiri bila evaluasi bagus.Ada orang yang memilih untuk bersikap proaktif mendatangi pemberi feedback,tetapi ada pula yang memilih bersikap responsif dan menunggu. Adapun gayanya,sikap adaptif terhadap feedback adalah sikap yang positif. Kakak saya yang berusia 77 tahun sering mengatakan : “ Saya harus berubah terus agar tetap bekerja .” Seorang wirausahawan sukses mengatakan : ‘Feedback itu sangat berharga.Daripada membeli data dari perusahaan riset,saya lebih baik ber”kuping panas” mendengar keluhan pelanggan “ . Jadi,Hal kedua dalam bercermin adalah menguasai situasi feedback dan meyakini bahwa feedback tersebut kita perlukan untuk kemajuan kita..Situasi feedback ini hanya bisa bermanfaat,bila didesain dan diimplemantasikan secara teratur,penuh kesadaran,kebesaran hati dan keseriusan.

Menyusun Langkah
Teman saya,yang dengan santun sekali menerima feedback dan secara spontan menyetujui saran saran perbaikan yang diberikan kepadanya,ternyata sering tidak melanjutinya dengan perbaikan. Artinya,feedbacktidak menjadi pemicu perbaikan baginya. “ Sama juga bohong “ kata anak muda,sama saja dengan tidak menerima feedback sama sekali. Hal ketiga dalam menyikapi feedback adalah disusunnya langkah perbaikan dan nyatanya tindakan perbaikan. Hal ini tentunya akan membawa perubahan nyata yang akan terlihat pada evaluasi selanjutnya.

Organisasi yang terdiri dari individu individu yang masing masing membiasakan diri dengan feedback dapat dengan mudah melakukan “ alignment” misi pribadi,tim dan organisasi. Selain itu juga tidak usah susah payah mengumandangkan gerakan perubahan.karena setiap individu berinisiatif untuk berkembang dan berubah sendiri. Hanya dengan cara ini,organisasi akan berkembang menjadi tempat yang diwarnai kejujuran dan keterbukaan,dan otomatis membawa suasana yang lebih mesra dan hangat.

By : Eileen Rachman & Sylvina Savitri
EXPERD
Personal Growth &Soft Skill Training

Mangkir

Menurut Undang Undang No.13 /2003 tentang Ketenagakerjaaan, pekerja disebut Mangkir apabila pekerja tersebut tidak masuk kerja yang menyim-pang dari ketentuan Pasal 79,80,81,82,93 ayat (2) dan (4).
TERHADAP KASUS SEPERTI INI,PEKERJA TIDAK DIBAYAR UPAHNYA.
( Pasal 93 ).

Yang bukan dikatagorikan sebagai mangkir walaupun tidak masuk kerja serta tetap menerima Upah adalah apabila :

1.Pekerja sakit ( harus dibuktikan dengan surat dokter).
2.Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haid-nya ( keterangan dokter)
3.Pekerja menikah,dibayar untuk selama 3 (tiga) hari
4.Pekerja menikahkan anaknya,dibayar untuk selama 2 (dua ) hari
5.Pekerja mengkhitankan anaknya,dibayar untuk selama 2 (dua) hari
6.Pekerja membaptiskan anaknya,dibayar untuk selama 2 (dua) hari
7.Istri melahirkan atau keguguran kandungan dibayar untuk selama 2 (dua) hari
8.Suami/istri,orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia ,dibayar untuk selama 2(dua) hari
9.Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia,dibayar untuk se-lama 1 (satu) hari.
10.Pekerja yang sedang menjalankan kewajiban terhadap negara.
11.Pekerja yang menjalankan ibadah agamanya
12.Pekerja yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan,tetapi pengusaha tidak mempekerjakannya.
13.Pekerja yang menjalankan hak istirahatnya (istirahat mingguan,cuti ta-hunan atau istirahat/cuti panjang).
14.Pekerja yang menjalankan tugas Serikat Pekerja atas persetujuan pen-gusaha.
15.Pekerja yang melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Pekerja yang sudah mendapat izin dari atasannya untuk tidak masuk kerja,tetapi tidak memenuhi kriteria sebagaimana yang diutarakan sesuai point 1 sd 15 diatas, diklasifikasikan sebagai mangkir.

Perbuatan Mangkir dapat dikenakan sanksi sebagai berikut :

1.Bila mangkir selama 5 (lima) hari berturut turut atau lebih tanpa keter-angan yang sah ,dapat diklasifikasikan sebagai mengundurkan diri/PHK ( Pasal 168 UU No.13/2003)
2.Mangkir kurang dari 5 (lima) hari atau lebih dari 5(lima) hari secara ti-dak berturut turut ,dapat di PHK setelah sebelumnya diberikan surat Peringatan I,II dan III (Pasal 161 UU no.13/2003)
3.Dapat dikenakan denda /tidak dibayar upahnya sejumlah hari pekerja tersebut mangkir ( Pasal 93 UU No.13/2003)

Sanksi tersebut diatas,tidak dapat diperlakukan serempak ketiga tiganya, tetapi diterapkan salah satunya disesuaikan dengan kondisi yang ada .


By : htp


Sumber :
1.UU RI No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2.UU RI No.2 Tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan Hubungan Indus-trial
3.Peraturan Pemerintah RI No.8 tahun 1981 tentang perlindungan upah
4.Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No.SE 01/MEN/1982 tentang Juklak atas PP No.8 tahun 1981

Jumat, 25 Januari 2008

Libur dan Cuti bersama thn.2008

Libur Nasional dan Cuti Bersama pada 2008 sebanyak 23 Hari
KESRA--30 MEI: Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri mengenai penetapan hari libur nasional dan cutibersama tahun 2008, yang ditandatangani di Jakarta, Rabu, menyebutkan total 23 hari.

Hari libur nasional yang ditetapkan adalah sebagai berikut:
Tahun Baru Masehi (1 Januari/Selasa),
Tahun Baru 1429 Hijriyah (10 Januari/Kamis),
Tahun Baru Imlek 2559 (7 Februari/Kamis),
Hari Raya Nyepi Saka 1930 (7 Maret/Jumat),
Maulid Nabi Muhammad SAW (20 Maret/Kamis),
Wafat Isa al-Masih (21 Maret/Jumat),
Kenaikan Isa al-Masih (1 Mei/Kamis),
Hari Raya Waisak 2552 (20 Mei/Selasa),
Isra' Mi'raj (30 Juli/Rabu),
Hari Kemerdekaan RI (18 Agustus/Senin) yang diperingati pada 17 Agustus (Minggu),
Idul Fitri 1 Syawal 1428 H (1-2 Oktober/Rabu-Kamis),
Idul Adha 1429 H (8 Desember/Senin),
Hari Raya Natal (25 Desember/Kamis),
Tahun Baru 1430 Hijriah (29 Desember/Senin).
Sementara cuti bersama ditetapkan pada;
11 Januari (Jumat) menyambung hari libur Tahun Baru 1429H (11 Januari/Kamis),
8 Februari (Jumat) setelah hari libur Imlek (7 Februari/Kamis),
2 Mei (Jumat) cuti bersama kenaikan Isa al-Masih 1 Mei,
19 Mei (Senin) sebelum hari Waisak,
29-30 September dan 3 Oktober (Senin, Selasa, dan Jumat) cuti bersama Idul Fitri,
26 Desember (Jumat) menyambung Libur Natal.

SKB itu sendiri ditandatangani di kantor Kementrian Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat oleh Menteri Pendayaan Aparatur Negara Taufik Effendi, Menteri Agama Maftuh Basyumi, dan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang diwakili Sekjen epnakertrans. Menko Kesra Aburizal Bakrie menyaksikan penandatangan tersebut.
Keputusan memberikan total 23 hari libur nasional dan cuti bersama, menurut Menko Kesra Aburizal Bakrie,
"Mempertimbangkan efektifitas dan efisiensi nasional, selain juga untuk juga pertimbangkan agar karyawan swasta dan guru tidak bolos setelah hari libur nasional."
Jumlah libur dan cuti bersama tahun 2008 ini lebih banyak daripada tahun 2007, karena pada tahun 2007 hanyaterdapat 13 hari libur nasional dan 6 hari cuti bersama, sehingga keseluruhan hanya 19 hari. (miol/broto)
.:: Situs Resmi Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat ::.
http://www.menkokesra.go.id Powered by Joomla! - @copyright Copyright (C) 2005 Open Source MattersG. Aenll errigahtetsd :r e3s1e Mrvaeyd, 2007, 09:47

Selasa, 22 Januari 2008

No Work No Pay

Inventarisasi masalah
Bagi mereka yang akrab dengan bidang kepersonaliaan tentunya tidak asing lagi dengan statement sesuai dengan judul artikel diatas,yang kalau diterjemahkan secara bebas berarti “kalau tidak bekerja tidak akan mene-rima gaji “.
Perlu diingatkan kembali bahwa pernyataan tersebut sudah mempunyai dasar hukum yang valid,sehingga keberadaannya tidak perlu diperdebatkan lagi.
Namun demikian,pada saat sekarang masih berkembang pendapat yang menyatakan bahwa klausula hukum diatas hanya dapat diterapkan bagi karyawan yang berstatus Harian saja , sedangkan bagi karyawan bulanan tidak diberlakukan.
Pertanyaan lain yang cukup menggoda adalah,bagaimana status uang yang tidak dibayarkan kepada karyawan tersebut apabila yang bersangkutan tidak masuk kerja ?
Penulis mencoba untuk menganalisis nya dengan memakai pendekatan legal.

Legal approach
Jauh sebelum UU no.13 tahun 2003 diundangkan, Pemerintah RI sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia No.8 tahun 1981 tentang perlindungan upah yang ditandatangani oleh Presiden RI saat itu.
Pada Pasal 4 PP tersebut berbunyi : “Upah tidak dibayar bila buruh tidak mela-kukan pekerjaan “.
Pernyataan diatas,diulang dan dipertegas kembali dalam UU No.13 Tahun 2003 ,khususnya Pasal 93 yang berbunyi : “ Upah tidak dibayar apabila pekerja /buruh tidak melakukan pekerjaan “
Untuk menjawab pertanyaan,apakah ketentuan diatas hanya berlaku untuk karyawan yang berstatus harian saja,sedang bagi yang berstatus bulanan ti-dak,dapat dipelajari kembali Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Trans-migrasi RI No.SE.01/MEN/1982 tanggal 4 Februari 1982 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No.8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.
Penulis kutip penjelasan tentang pengertian “ Upah tidak dibayar bila buruh tidak melakukan pekerjaan “ sebagai berikut :

Ketentuan ini merupakan suatu azas yang pada dasarnya berlaku terhadap semua golongan buruh, kecuali bila buruh yang bersangkutan tidak dapat bekerja bukan disebabkan oleh kesalahan buruh “.

Terjawab sudah bahwa ketentuan “ no work no pay”,seharusnya diberlakukan kepada semua golongan buruh/pekerja ,bukan hanya yang berstatus harian saja.
Namun demikian, ketentuan tersebut,tidak dapat diberlakukan secara absolute dan ekstrim, oleh karenanya Undang Undang No.13/2003 memberikan kelong-garan tentang diperbolehkannya untuk tidak masuk kerja dan tetap dibayar upahnya oleh pengusaha dengan pembatasan.
Simak bunyi Pasal 93 butir (2) yang menyatakan bahwa pekerja yang tidak ma-suk kerja tetap menerima upahnya -apabila dalam keadaan :

1.Pekerja sakit (lihat juga penjelasannya pada Pasal 93 butir (3) UU No.
13/2003 ) dan dibuktikan dengan surat keterangan dokter
2.Pekerja perempuan yang sakit pada hari pertama dan kedua masa haidnya
3.Pekerja menikah,dibayar untuk selama 3 (tiga)hari
4.Menikahkan anaknya,dibayar untuk selama 2 (dua) hari
5.Pekerja mengkhitankan anaknya,dibayar untuk selama 2 (dua ) hari
6.Pekerja membaptiskan anaknya,dibayar selama 2(dua) hari
7.Isteri melahirkan atau keguguran kandungan,dibayar untuk selama 2 (dua) hari
8.Suami /istri,orang tua/mertua atau anak atau menantu meninggal dunia,dibayar
selama 2 (dua) hari
9.Anggota keluarga dalam satu rumah meninggal dunia,dibayar untuk selama 1 (satu)
hari.
10.Pekerja yang sedang menjalankan kewajiban terhadap negara ( misalnya dinas Wajib
Militer dan sejenisnya).
11.Pekerja yang menjalankan ibadah agamanya (misalnya naik Haji,Umroh dan se-
jensinya)
12.Pekerja yang bersedia melakukan pekerjaan yang telah dijanjikan,tetapi pen-gusaha
tidak mempekerjakannya.
13.Pekerja yang menjalankan hak istirahanya (cuti dsbnya)
14.Pekerja yang melaksanakan tugas Serikat Pekerja atas persetujuan pen-gusaha.
15.Pekerja melaksanakan tugas pendidikan dari perusahaan.

Bagaimana status dan penggolongan atas uang yang tidak dibayarkan kepada mereka yang terkena ketentuan “ no work no pay “ ini ?
Dalam Pasal 95 UU No.13/Thn.2003 diatur suatu ketentuan yang mengatur tentang DENDA.

Pada butir (1) tertulis bahwa :
“ Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda “.

Merujuk kepada ketentuan ini,maka pekerja yang tidak masuk kerja tanpa seizin atasannya dan tidak tergolong dalam 15 pengecualian sebagaimana yang tertera diatas, dapat diklasifikasikan sebagai Pelanggaran ( Mangkir ),dan karenanya dapat dikenakan denda. Denda disini dapat dikaitkan dengan upah,termasuk perlakuan lainnya seperti ganti rugi,pemotongan upah, karyawan sebagaimana bunyi Pasal 24 BAB V Peraturan Pemerintah No. 8/1981.
Artinya apabila seseorang pekerja diklasifikasikan MANGKIR,maka kepadanya dapat dikenakan denda berupa tidak dibayar upahnya sejumlah hari dimana dia tidak masuk kerja
Bagimana pengaturan tentang denda ini ?
Ada beberapa batasan mengenai denda ini yakni :
1.Denda tidak boleh melebihi 50 % dari upah yang seharusnya diterima
2.Besarnya denda harus dinyatakan dalam mata uang Republik Indonesia (Rupiah)
3.Denda atas pelanggaran harus diatur dalam peraturan perusahaan,perjanjian kerja
bersama atau perjanjian tertulis lainnya
Contoh : bagi pekerja yang mangkir dikenakan denda sebesar jumlah hari pekerja
mangkir dibagi 30 dikalikan dengan Gaji perbulan.
4.Denda yang dijatuhkan kepada pekerja tidak boleh dipergunakan untuk ke-pentingan
pengusaha.

Kesimpulan
1.Ketentuan tentang “no work no pay “ sudah mempunyai landasan hukum yang
tetap ,sebagaimana diatur dalam Pasal 4 PP No.18/1981 dan dipert-egas lagi dalam
Pasal 93 UU No.13/2003.
2.Ketentuan tersebut,berlaku bagi semua golongan pekerja dengan tidak membedakan
apakah ia karyawan harian atau bulanan.
3.Upah yang tidak dibayarkan tersebut diklasifikasikan sebagai denda bu-kan sebagai
pemotongan upah ,oleh karenanya harus dibuat peraturan perusahaan yang mengatur
tentang besarnya denda tersebut dan din-yatakan dalam mata uang Republik Indonesia

Artikel lainnya tentang HR Management,dapat di baca di:
www.management-site.blogspot.com Link ini mengarahkan anda ke Management Site!

Handoko TP
.