BERCERMIN
Kenaikan atau penyesuaian gaji selalu merupakan berita yang ditunggu tunggu pada awal tahun.Walaupun pada dasarnya kenaikan gaji pasti terjadi,pada umumnya perusahaan atau karyawan sama sama setuju bahwa kenaikan gaji sangat tergantung pada talenta individu. Penilaian talenta inilah yang sering menyebabkan perbedaan persepsi.Bila anda merasakan keengganan untuk meminta masukan orang lain,bahkan “sakit perut” menyaksikan bad news yang tertera pada angka angka,misalnya pada lembar kinerja,maka anda juga tidak sendirian.
Tidak banyak orang merasa fun bila mendapatkan feedback.Bahkan banyak orang mempersepsi acara feedback ini sebagai ajang balas dendam,acara pemenggalan,baik dari atasan kebawahan,maupun sebaliknya,bila bawahan diberi kesempatan mem-feedback atasan.
Dalam pergaulan tidak sedikit kita menyaksikan orang yang tidak bisa menerima masukan. Masukan dirasakan sebagai serangan dan karena itu perlu diserang kembali atau dihindari. Kita pun sering melihat bahwa ada lembaga lembaga tertentu dipemerintahan yang seakan lupa mengevaluasi kinerjanya,padahal tugas dan pekerjaan sehari harinya adalah : mengevaluasi.
Individu ataupun lembaga bisa saja tetap merasa sejahtera dan oke oke saja tanpa evaluasi bahkan lama kelamaan kebal terhadap reaksi orang lain disekitarnya.Tidak jarang kemudian tumbuh pula mekanisme untuk mengarahkan orang lain agar tidak mengevaluasi diri atau lembaganya dan tidak “melihat” apa yang seharusnya dinilai. Memelihara sikap masa bodoh dan EGP (emang gue pikirin) begini,memang bisa sejenak membuat nyaman,menskipun tanpa disadari sebetulnya telah menyulut sumbu bom waktu yang tinggal menunggu meledaknya. Banyak orang yang sebenarnya bisa memberi masukan,kemudian malah jadi menghindar.Akibatnya,individu menjadi tidak peka terhadap sinyal sinyal bahaya ataupun perbaikan yang penting dan urgen.
Sebagai mahluk sosial yang ingin maju,kita tentunya juga ingin agar hidup kita dikelilingi oleh bawahan ,atasan,kolega, rakyat dengan menjalin hubungan yang mesra dan terbuka.
Untuk itu tidak ada salahnya bila kitapun melakukan perbaikan dan pengembangan cara kita bercermin dan menjadi pribadi yang terbuka.
Pentingnya jujur pada Diri Sendiri.
Respons dari kritik atau umpan balik negatif berbentuk emosi.Rasa takut,khawatir,dan was was sering keluar dalam bentuk “self talk” ,seperti : “ Kok tega teganya dia bilang begitu .” “ Wah,jangan jangan saya bakal dimutasi:, “ Lebih baik diam saja,apapun yang dia katakan.Nanti juga akan diam sendiri “. Adalah reaksi yang sangat manusiawi. Perasaan semacam ini dihayati oleh siapa saja, bahkan presiden sekalipun.
Yang membedakan satu individu dengan yang lain adalah kemampuan mendengar dan berdialog dengan diri sendiri. Paling tidak seseorang perlu jujur dan mampu mengenali perasaannya.Identifikasi perasaan saat menerima feedback ini adalah langkah pertama dan utama,yang diperlukan agar seseorang bisa menyusun kekuatan mentalnya dan siap menghadapi “kabar buruk “,bila ada. Bila seseorang tidak tahu apa yang dia rasakan,dan hanya merasakan kekawatiran yang tidak jelas,dia bisa menyatakannya pada sahabat,pasangan atau ajudannya,yang mau bersikap jujur pada nya,sehingga bisa terbangun dialog,paling tidak untuk menyatakan kekawatirannya.
Pilih Kegiatan Bercermin Anda.
Banyak orang merasa tidak nyaman dengan feedback karena assumsinya bahwa kita hanya bisa responsif terhadap feedback.Padahal cara kita mengevaluasi diri bisa kita tentukan sendiri,tergantung dari bagaimana kita bisa me-manage rasa senang dan kecewa kita .Ada orang yang bercermin 20 kali sehari,tetapi ada pula yang berdandan secara intensif dipagi hari,menggunakan cermin pembesar dan tidak melakukannya lagi sepanjang hari,Ini semua tergantung “feeling” dari masing masing individu dan bagaimana ia menyikapi penataan dirinya.
Ada orang yang mendorong dirinya untuk membaca evaluasi dan kemudian menghadiahi dirinya sendiri bila evaluasi bagus.Ada orang yang memilih untuk bersikap proaktif mendatangi pemberi feedback,tetapi ada pula yang memilih bersikap responsif dan menunggu. Adapun gayanya,sikap adaptif terhadap feedback adalah sikap yang positif. Kakak saya yang berusia 77 tahun sering mengatakan : “ Saya harus berubah terus agar tetap bekerja .” Seorang wirausahawan sukses mengatakan : ‘Feedback itu sangat berharga.Daripada membeli data dari perusahaan riset,saya lebih baik ber”kuping panas” mendengar keluhan pelanggan “ . Jadi,Hal kedua dalam bercermin adalah menguasai situasi feedback dan meyakini bahwa feedback tersebut kita perlukan untuk kemajuan kita..Situasi feedback ini hanya bisa bermanfaat,bila didesain dan diimplemantasikan secara teratur,penuh kesadaran,kebesaran hati dan keseriusan.
Menyusun Langkah
Teman saya,yang dengan santun sekali menerima feedback dan secara spontan menyetujui saran saran perbaikan yang diberikan kepadanya,ternyata sering tidak melanjutinya dengan perbaikan. Artinya,feedbacktidak menjadi pemicu perbaikan baginya. “ Sama juga bohong “ kata anak muda,sama saja dengan tidak menerima feedback sama sekali. Hal ketiga dalam menyikapi feedback adalah disusunnya langkah perbaikan dan nyatanya tindakan perbaikan. Hal ini tentunya akan membawa perubahan nyata yang akan terlihat pada evaluasi selanjutnya.
Organisasi yang terdiri dari individu individu yang masing masing membiasakan diri dengan feedback dapat dengan mudah melakukan “ alignment” misi pribadi,tim dan organisasi. Selain itu juga tidak usah susah payah mengumandangkan gerakan perubahan.karena setiap individu berinisiatif untuk berkembang dan berubah sendiri. Hanya dengan cara ini,organisasi akan berkembang menjadi tempat yang diwarnai kejujuran dan keterbukaan,dan otomatis membawa suasana yang lebih mesra dan hangat.
By : Eileen Rachman & Sylvina Savitri
EXPERD
Personal Growth &Soft Skill Training
Senin, 28 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar